Hukum
Taurat berasal dari bahasa Ibrani disebut “Torah,” mempunyai
pengertian yang berfariasi sesuai masing masing konteksnya. Kata itu dapat diartikan sebagai Literatur Yahudi
yang mengatur tentang tatacara upacara ibadah, tradisi lisan yang ada di tengah
masyarakat Yahudi, ajaran, Lima buku nabi Musa, dan Sepuluh hukum Allah.
HUKUM TURAT
APA YANG DIBATALKAN OLEH YESUS DI KAYU SALIB?
Sebuah Tinjauan
Terhadap Tulisan Rasul Paulus oleh Alfred Bolling
Salah satu pernyataan Rasul Paulus yang dapat dikatakan sebagai pernyataan yang
menjadi bahan perdebatan, dan terus diperdebatkan di antara denominasi Kristen
hingga sekarang ini ialah yang terdapat di dalam Efesus 2:15. Bunyinya sebagai
berikut:
“Sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan
segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu
manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera.”
Tidak dapat disangkal bahwa hampir setiap denominasi Kristen mempunyai
pemahaman yang berbeda tentang pernyataan ini. Dengan berpijak pada pernyataan
rasul Paulus ini, ada sebahagian orang yang mempunyai pemahaman, dan bahkan
telah dipublikasikan, bahwa dengan kematian Yesus di atas kayu Salib maka hukum
Taurat sudah tidak berlaku lagi.
Beberapa orang yang lain berpendapat bahwa di dalam kehidupan-Nya di atas
dunia, Yesus tidak pernah membatalkan hukum Taurat. Mereka bahkan mengutip
pernyataan Yesus di dalam Matius 5:17 yang berbunyi:
“Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan kitab
para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya.”
Mereka ini berpendapat bahwa hukum Taurat tidak pernah dibatalkan oleh
siapapun, termasuk oleh Yesus. Perdebatan ini nampaknya tidak membuahkan
kesimpulan yang logis, lantas rasul Pauluslah yang disalahkan dengan mengatakan
bahwa pernyataannya ini membingungkan.
A. Pernyataan Paulus Yang Sulit Dipahami:
Rasul Paulus dikenal sebagai ‘rasul besar’ karena beberapa alasan: a). Seorang
yang berpendidikan tinggi, b). berpengaruh di kalangan Yahudi, c). gigih dalam
memberitakan Injil melalui perjalanan missionari yang diadakannya, d). rajin
menulis kepada mereka yang telah ia tuntun kepada Yesus. Dalam suratnya yang
dikirimkan ke berbagai kalangan, baik kepada jemaat maupun kepada
pribadi-pribadi, banyak terdapat pernyataan yang sukar dipahami, bukan saja
oleh kita dewasa ini, tetapi juga oleh mereka yang hidup sezaman dengannya.
Beberapa contoh dari pernyataan Paulus yang sukar untuk dipahami ialah Roma
14:5, 6a, dan Ibrani 4:9. Secara sekilas, nampaknya kedua ayat ini memberi
kesan saling bertentangan satu dengan yang lain. Roma 14:5,6a mengatakan “semua
hari sama saja. Siapa yang berpegang pada satu hari tertentu, ia melakukannya
untuk Tuhan.” Ayat ini memberikan kesan bahwa kita bisa memilih hari apa saja
yang kita sukai untuk berhenti, sucikan, dan berbakti kepada Tuhan. Sementara
Ibrani 4:9 mengatakan bahwa “masih tersedia satu hari perhentian, hari ketujuh
bagi umat Allah.” Ayat ini memberi kesan bahwa hari perhentian yang pernah
dilembagakan oleh Allah pada saat penciptaan (Kejadian 2:1-3) masih terus
disediakan oleh Allah bagi umat-Nya di zaman ini.
Pernyataan paulus yang terkesan sulit untuk dipahami yang akan kita tinjau pada
kesempatan ini ialah yang terdapat di dalam Efesus 2:15 dan Roma 3:31. Ada
kesan yang sangat kuat bahwa kedua ayat ini saling bertentangan. Bunyi kedua
ayat tersebut sebagai berikut:
Efesus 2:15 “Sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkn hukum
Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya
menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai
sejahtera.”
Roma 3:31 “Jika demikian adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama
sekali tidak! Sebaliknya kami meneguhkannya.”
Kepada jemaat di Efesus rasul Paulus mengatakan bahwa hukum Taurat telah dibatalkan
melalui kematian Yesus. Namun pada kesempatan yang lain, ia menulis kepada
jemat di Roma dan mengatakan kepada mereka bahwa hukum Taurat tidak dibatalkan
karena iman. Ia justru mengatakan bahwa ia meneguhkan hukum Taurat oleh iman.
Kedua pernyataan ini bukan saja membingungkan para rohaniawan, tetapi juga
membingungkan para pelajar Alkitab, sehingga ada dari para rohaniawan dan
bahkan para pelajar Alkitab secara terang-terangan mengatakan bahwa “tulisan
Pauluslah yang telah mengacaukan dunia Kristen.” Namun tuduhan ini tentu saja
tidak beralasan, karena menurut pengakuan Paulus, semua tulisannya itu dibuat
berdasarkan ilham dari Dia yang telah memanggilnya (Efesus 3:1-4). Lebih jauh
kesaksian tentang tulisan rasul Paulus datang dari rekannya sesama rasul, yaitu
rasul Petrus, bahwa semua yang ditulis oleh Paulus adalah ditulis berdasarkan
hikmat yang diberikan kepadanya (2 Petrus 3:15).
B. Hukum Taurat Yang Dibatalkan:
Dalam beberapa pernyataannya, Paulus menggunakan kata “hukum Taurat” dengan
penekanan seperti: a). Hukum Taurat sudah tidak berlaku lagi pada zaman setelah
Kristus (Galatia 3:24; 5:18; Roma 6:14), b). Orang yang melakukan hukum Taurat
yang dibenarkan (Roma 2:13), c), hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan (1
Timotius 1:8), d). Aku percaya kepada segala yang tertulis di dalam hukum
Taurat (Kisah 24:14), e). Anak Allah takluk kepada hukum Taurat untuk menebus
mereka yang takluk kepada hukum Taurat (Galatia 4:4, 5,) f). “Sengat maut
adalah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat (1 Korintus 15:56), g). Kristus
adalah kegenapan hukum Taurat (Roma 10:4), serta pernyataan serupa lainnya
tentang hukum Taurat yang terkesan membingungkan. Namun yang pasti ialah bahwa
semua pernyataan itu benar dan tidak ada satupun yang salah dari pernyataan Paulus
itu. semua pernyataan itu benar sesuai dengan konteksnya masing-masing.
Hal yang nampaknya membingungkan kita sekalian yaitu kata “hukum Taurat.” Hukum
Taurat itu hanya satu, yang dalam bahasa Ibrani disebut “Torah,” mempunyai
pengertian yang berfariasi. Kata itu dapat diartikan sebagai Literatur Yahudi
yang mengatur tentang tatacara upacara ibadah, tradisi lisan yang ada di tengah
masyarakat Yahudi, ajaran, Lima buku nabi Musa, dan Sepuluh hukum Allah.
Dari pengertian yang berfariasi ini nampaknya sulit bagi kita untuk dapat
meletakkan kata “hukum Taurat” pada posisi yang sebenarnya jika kita sekedar
membacanya secara sepintas lalu. Namun jika diteliti, sebenarnya Paulus
memberikan ciri-ciri dengan sangat spesifik agar dapat dimengerti oleh para pembaca.
Ciri-ciri ini begitu penting untuk diketahui agar dapat melihat dan memahami
secara benar terhadap tulisan Paulus; karena jika tidak, kita akan mempunyai
pengertian yang salah terhadap tulisan-tulisannya. Betapa fatalnya lagi bila
kita mempunyai pemahaman yang salah, dan berdasarkan pemahaman yang salah itu,
kita kemudian mengajarkan kepada orang lain. Inilah yang dimaksudkan oleh rasul
Petrus dengan “memutarbalikkan” (2 Petrus 3:16). Tentu saja cara ini akan
mengakibatkan kebinasaan, bukan hanya kepada kita yang salah menafsirkannya,
tetapi juga kepada mereka yang menerima penafsiran yang salah. Yesus mengatakan
bahwa “Mereka orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun
orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lobang” (Matius 15:14).
Dalam menggunakan istilah “hukum Taurat, Paulus tidak menggunakannya untuk
“Tradisi lisan yang ada di tengah masyarakat Yahudi,” atau “Ajaran,” atau “Lima
buku nabi Musa” (Kejadian – Keluaran – Imamat – Bilangan - Ulangan), tetapi ia
menggunakannya untuk menekankan tentang literatur yang berisi tatacara upacara
ibadah agama Yahudi pada satu pihak, dan Sepuluh Hukum Allah di pihak yang
lain. Kepada jemaat di Efesus, Paulus menekankan bahwa yang dibatalkan dia atas
kayu Salib pada saat kematian Yesus ialah “hukum Taurat” yang di dalamnya
terdapat perintah dan ketentuan atau dogma. “Hukum Taurat dengan segala
perintah dan ketentuanmya” (Efesus 2:15). Konteks ini ditekankan lebih tegas
lagi oleh Paulus ketika ia menulis kepada jemaat di Kolose. Paulus memberikan
penekanan kepada mereka bahwa hukum Taurat itu ialah “… surat hutang yang oleh
ketentuan-ketentuan hukum mendakwa dan mengancam” (Kolose 2:14 ).
Hal ini menunjuk kepada literarur Yahudi yang mengatur tentang tatacara upacara
ibadah yang mengatur bagaimana orang Yahudi harus beribadah, apa saja yang
harus dibawa dalam ibadah, dan apa sebenarnya hakekat ibadah itu. Sebagai
bukti, jika seorang membuat pelanggaran, ia harus dihukum mati (Keluaran 21:12;
35:2; Imamat 20:2, 10), “dosa ialah pelanggaran terhadap hukum Allah” (1
Yohanes 3:4), sebab “Upah dosa ialah maut” (Roma 6:23). Karena mereka menaruh
pengharapan kepada Yesus yang akan datang untuk menebus manusia, mereka membawa
domba atau lembu kepada imam untuk mengadakan upacara korban pengampunan dosa (Kejadian
4:4, 5; Keluaran 12:1-28, 43-51; Imamat 23:5) sebagai lambang dari Kristus
Yesus yang akan mengampuni dosa isi dunia. Jadi, yang dimaksudkan oleh rasul
Paulus sehubungan dengan hukum Taurat yang dibatalkan oleh kematian Yesus,
yaitu hukum Taurat yang di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan upacara yang
sifatnya lambang atau “bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya
ialah Kristus” (Kolose 2:17). Inilah yang dimaksudkan oleh Paulus ketika ia
mengatakan “Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai
makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat”
(Kolose 2:16). Di dalam tatacara ibadah orang Yahudi, ada aturan tentang
makanan bayangan, minuman bayangan, upacara bulan baru bayangan, dan hari Sabat
bayangan. Marilah kita melihatnya satu persatu.
• Makanan dan minuman bayangan. Hal ini menunjuk kepada Korban (Minchah) Sajian
makanan dan minuman persembahan yang dibawakan secara sukarela, bersamaan
dengan hewan yang akan dijadikan korban persembahan sesuai dengan peraturan
tatacara upacara. Salah satu contoh yang dapat kita lihat sehubungan dengan
makanan dan minuman bayangan ialah korban sajian (baca Imamat 2:1-16).
• Makanan bayangan: adalah merupakan korban persembahan sukarela yang
dipersembahkan mendampingi korban bakaran (Keluaran 29:30-420) Makanan bayangan
adalah berasal dari dunia tumbuh-tumbuhan, seperti gandum dan sejenisnya.
Kemenyan dan garam dapat ditambahkan (baca Imamat 2:13)
Minuman Bayangan: adalah Korban Curahan (drinking offering). Korban curahan ini
berupa minuman keras yang dicurahkan di tempat kudus, tetapi bukan dicurahkan
di mezbah (Bilangan 28:7; Keluaran 30:9), dicurahkan ke “piala” (Keluaran
25:29) bukan dicurahkan ke tenggorokan para imam yang bertugas.
• Hari-hari raya bayangan: Ini adalah deretan hari raya orang Yahudi yaitu
Paskah, Roti Tidak Beragi, Pentakosta, Meniup Serunai, Hulu Hasil, Pondok
Daun-daunan , dan hari Grafirat (Pendamaian), serta peraturan tentang setiap
hari raya, apa yang boleh dilakukan, apa yang harus dibawa oleh umat, serta apa
yang akan dilakukan oleh imam. Untuk jelasnya, baca Imamat 23.
• Bulan baru bayangan: Hari raya atau hari upacara yang jatuh pada hari pertama
dari setiap bulan, atau Hari Raya Bulan Baru (baca Bilangan 10:10; 28:11; 1 Samuel
20:5).
• Hari Sabat bayangan: Hari sabat bayangan adalah hari perhentian dari setiap
rangkaian hari raya atau hari upacara agama Yahudi. Jika hari raya atau hari
upacara jatuh pada hari Kamis, maka hari ketujuh dari rangkaian upacara itu,
yaitu hari Jumat, disebut sebagai “hari sabat.” Kepada Musa Tuhan mengatakan
bahwa hari sabat bayangan ini sebagai “hari sabatmu” (Imamat 23:23-32). Jika
hari “sabatmu” jatuh pada hari “Sabat Tuhan,” yaitu hari ketujuh pada pekan,
maka hari Sabat itu disebut “Sabat agung,” atau “hari Sabat yang besar”
(Yohanes 19:31). Hari “sabatmu,” berbeda dengan hari “Sabat Tuhan,” hari
ketujuh dalam pekan, yaitu hari yang dikuduskan oleh Allah sendiri pada awal
penciptaan dunia (Kejadian 2:1-3), “Sabat Tuhan Allah” (Keluaran 20:8, 9;
Yesaya 56:2), “Hari kenikmatan” (Yesaya 58:13, 140,) “Hari ketujuh,” hari Sabtu
(Ibrani 4:9) Tuhan menyebut hari Sabat yang Ia sendiri kuduskan ini sebagai
hari “Sabat-Ku” (Yehezkiel 20:12, 20).
Mengapa hari “sabatmu” disebut bayangan, atau mengapa semua ini membayangkan
Yesus? Seluruh upacara agama dalam Alkitab Perjanjian Lama, yang berhubungan
dengan orang Israel, berdasarkan perintah Tuhan, termasuk perabot yang
digunakan di dalam upacara ibadah, ada hubungannya dengan darah ternak (domba,
lembu, atau burung merpati dan binatang halal lain sebagainya). Upacara ini
berhubungan erat dengan penebusan, pengampunan dosa, penyucian, pendamaian, dan
pemulihan hubungan dengan Allah. Semua deretan hari-hari raya, termasuk sistem
dan syaratnya, hanyalah merupakan lambang, sedangkan wujud dari lambang
tersebut ialah Yesus. Di atas darah segala jenis ternak, darah Yesus mempunyai
kuasa untuk mengadakan penebusan, pengampunan dosa, penyucian, pendamaian, dan
pemulihan hubungan dengan Allah. Para penulis Perjanjian Baru menyebut Yesus
sebagai “Anak Domba Allah” (Yohanes 1:29, 36), “Anak Domba Paskah” (1 Korintus
5:7), dan “Seekor Anak Domba seperti telah disembelih” (Wahyu 5:6).
Seluruh rangkaian hari-hari raya dan upacara agama Yahudi hanyalah bayangan,
sedangkan Yesus adalah wujud dari bayangan itu. Ketika Yesus berseru di Kayu
Salib, “Sudah genap” atau “sudah selesai” (Yohanes 19:30), berarti Ia yang
adalah wujud dari upacara yang dilakonkan oleh orang Yahudi yang adalah
bayangan, telah “menggenapi” atau telah “menyelesaikan” lambang itu. Hal itu
ditandai dengan “tabir bait suci terbelah dua” (Lukas 23:45). Dengan demikian,
saat Yesus tergantung di kayu salib, Ia telah membatalkan segala sistim upacara
kaabah, atau upacara korban yang melambangkan Dia melalui “hanya satu kali berkorban.”
Alkitab mengatakan:
“Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia
duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, dan sekarang hanya
menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpukan kaki-Nya.
Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka
yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:12-14).
Itulah sebabnya, sebagai orang Kristen, kita tidak lagi membawa korban ternak
ke gereja untuk disembelih sebagai korban untuk menghapus dosa dan mengampuni
kesalahan, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Israel hingga sekarang
ini.
C. Hukum Taurat Yang diteguhkan:
Pengertian dari kata “diteguhkan,” atau sesuai dengan istilah rasul Paulus,
‘meneguhkannya,” menunjuk kepada hukum Taurat yang tidak pernah dibatalkan,
atau jelasnya, hukum Taurat tetap diteguhkan oleh iman (Roma 3:31). Maksudnya
ialah bahwa sementara kita mempunyai iman yang teguh kepada Yesus Kristus Tuhan
kita, hukum Taurat harus juga tetap diteguhkan di dalam praktek hidup kita.
Ketika berbicara kepada jemaat di Roma, Paulus tidak bermaksud untuk tetap
mempertahankan praktek tatacara upacara ibadah di kaabah dan membatalkan
Sepuluh Perintah Allah. Di sini, di dalam buku Roma, Paulus ingin menasehatkan
kepada orang-orang percaya di Roma agar tetap setia dalam mempraktekkan Sepuluh
Perintah Allah sebagai bahagian dari mengimplementasikan nilai-nilai iman
Kristen. Mungkin anda tidak sepaham, namun Paulus memberikan ciri yang jelas,
ketika ia mengatakan kepada mereka “jangan mengingini” (Roma 7:7). Kata “jangan
mengingini” adalah kata yang terdapat di dalam perintah yang kesepuluh dari
Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:1-17), dan merupakan ciri spesifik dari
hukum ini. Berikut ini daftar ringkasan dari Sepuluh Perintah Allah:
SEPULUH PERINTAH ALLAH
I. Jangan ada padamu allah lain di hadapan hadirat-Ku
II. Jangan membuat patung dan menyembah
III. Jangan menyebut nama Tuhan, Allahmu dengan sembarangan
IV. Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat
V. Hormatilah ayahmu dan ibumu
VI. Jangan membunuh
VII. Jangan berzinah
VIII. Jangan mencuri
IX. Jangan berdusta
X. Jangan mengingini
Inilah hukum Taurat yang harus terus diteguhkan oleh setiap orang yang mengaku
percaya kepada Kristus. Rasul Paulus mengatakan bahwa hukum itu kudus, benar,
dan baik bahkan tidak dosa (Roma 7:7, 12). Sebaliknya hukum Taurat justru
mengatakan dosa (Roma 7:7). Hukum ini mengatur moral umat Allah agar tetap
benar di hadapan Allah. Andaikata tidak ada hukum yang mengatur moral umat
Allah, dapat dipastikan bahwa mereka yang mengaku percaya kepada Allah akan
terus mempraktekkan gaya hidup kafir. Mereka akan terus membunuh, mencuri,
menyembah berhala, tidak mengindahkan hari Sabat, dan bahkan terus menghujat
Nama Allah dengan tanpa sedikitpun merasa bersalah. Hukum Taurat sangat berguna
bagi kita karena dengan hukum ini, Allah menolong kita untuk dapat
mengendalikan tingkah laku serta tutur kata kita, menjaganya dengan baik, agar
hubungan baik antara kita dengan Allah dan dengan sesama tetap terpelihara. Itulah
sebabnya betapa sesuatu yang patut disayangkan jika ada yang mengajarkan bahwa
“di zaman anugerah ini hukum Taurat sudah tidak berlaku lagi,” dan hukum Taurat
yang dimaksudkan ialah Sepuluh Perintah Allah. Sungguh, ide ini tidak
Alkitabiah.
Hukum Taurat yang diteguhkan di dalam iman adalah hukum yang memantulkan tabiat
Allah. Sebagaimana Allah adalah benar, kudus, dan baik, maka hukum-Nya juga
adalah benar, kudus, dan baik. Hukum Allah diberikan kepada manusia untuk
ditaati, dan itu berarti mempraktekkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan nenghidupkan Sepuluh Perintah Allah maka oleh pertolongan Roh Kudus,
Tabiat Kristus akan menjadi tabiat kita. Hal ini mungkin karena Kristus
menginginkan agar umat-Nya sempurna dalam tabiat sebagaimana Allah yang adalah
sempurna dalam tabiat-Nya (Matius 5:48).
Sebagai orang Kristen, penurutan akan Sepuluh Hukum Allah, tidak menjadikan
hukum itu sebagai juruselamat, tidak!!! Penurutan akan Sepuluh Hukum Allah
justru menyatakan bahwa kita mencintai Juruselamat yang telah mati dan menebus
kita. Yesus meminta bukti cinta kita kepada-Nya melalui penurutan akan
perintah-Nya (Yohanes 14:15; 15:14). Sebaliknya, jika kita mengaku bahwa kita
berada di dalam Kristus, tetapi mengabaikan satu bahagian saja dari
perintah-Nya, kita adalah pendusta dan tidak ada kebenaran pada kita (baca 1
Yohanes 2:1-6; Yakobus 2:10; Matius 7:21-23; Markus 7:7, 8).
Tidak sedikit orang yang mengatakan bahwa Sepuluh Perintah Allah itu berat
untuk dituruti. Pernyataan ini mungkin saja benar, jika kita berada pada posisi
sebagaimana orang Yahudi yang mengandalkan perbuatan mereka untuk memperoleh
keselamatan. Mereka membuat perintah Allah sebagai juruselamat, melalui upaya
yang sunggu-sungguh untuk secara sempurna menuruti hukum-hukum itu agar dapat memperoleh
keselamatan. Sehubungan dengan upaya orang Yahudi untuk memperoleh keselamatan
melalui penurutan rasul Paulus berkata kepada jemaat di Roma: “Tetapi: bahwa
Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah
sampai kepada hukum itu. Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena
iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, seperti
ada tertulis: “Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan
sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan
dipermalukan” ” (Roma 9:31-33). Orang yang memastikan bahwa ia telah menerima
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, baginya “hukum Allah itu tidak
berat” (1 Yohanes 5:4). Mereka justru memelihara dan menjunjung tinggi hukum
dengan penuh rasa sukacita, sebagai wujud ungkapan rasa cinta kepada Pencipta
dan Juruselamat.
Ketika mengungkapkan perasaan cintanya kepada Tuhan, Pemazmur menyatakan betapa
dia mencintai hukum Taurat-Nya (baca Mazmur 119:97-176). Ia mengungkapkan
demikian karena telah dirasakannya betapa besar kasih karunia Allah yang
senantiasa dicurahkan kepadanya. Ia tidak dapat membalas kasih Allah yang
senantiasa diterimanya. Ia hanya menyambut dan menikmati berkat itu sambil
terus menjaga hubungannya dengan Tuhan agar tetap baik, dengan demikian berkat
dari sorga terus ia nikmati, dan itu melalui penurutan akan kesepuluh Perintah
Allah.
Ketika menjawab pertanyaan dari seorang ahli Taurat tentang “hukum manakah yang
terutama dalam hukum Taurat,” Kristus mengatakan: “Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap akal budimu, itulah hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum
yang kedua, yang sama dengan itu, ialah kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri” (Matius 22:37-39). Hukum ini telah diberikan oleh Allah kepada
orang Israel, melalui Musa (baca Ulangan 6:5; Imamat 19:18). Kedua hukum ini
yang kemudian dikenal sebagai “Hukum Kasih,” adalah merupakan intisari dari
Sepuluh Hukum Allah, karena empat hukum pertama mengatur bagaimana kita
mengasihi Allah, dan enam hukum berikutnya mengatur tentang bagaimana kita
mengasihi sesama.
Sebagai bukti bahwa kita mengasihi Allah, kita tidak memiliki Allah lain selain
dari Allah Pencipta, tidak menyembah patung, tidak menyebut nama Allah dengan
sembarangan, serta ingat dan menguduskan hari Sabat. Ini adalah wujud nyata
dari menghormati dan mencintai Allah. Menghormati orangtua, tidak membunuh,
tidak berzinah, tidak berdusta, dan tidak mengingini barang orang lain, adalah
wujud dari mengasihi sesama manusia.
Dalam segala keterbatasan kita sebagai manusia, merupakan kewajiban kita untuk
menghidupkan nilai moral yang baik, yang rohani, melalui perbuatan kita
sehari-hari tanpa dipengaruhi oleh ruang dan waktu, dan itu melalui penurutan
akan perintah Allah.
Untuk jelasnya, marilah kita melihat perbedaan antara hukum Taurat yang tetap
diteguhkan karena iman di dalam Yesus dan hukum Taurat yang telah digenapi oleh
Yesus di kayu salib pada bagan berikut ini:
HUKUM TAURAT
Hukum Taurat Yang Diteguhkan di dalam Yesus
Perintah Moral (10 Perintah Allah)
1. Taurat itu diucapkan oleh Allah sendiri (Keluaran 22:1-22)
2. Ditulis oleh Allah sendiri(Keluaran 31:18; 32:16)
3. Ditulis pada loh batu (Keluaran 31:18)
4. Disimpan di dalam Tabut Perjanjian (Ulangan 10:5)
5. Isinya adalah Perintah Moral (Keluaran 20:3-17)
6. Diserahkan oleh Allah kepada Musa (Keluaran 31:18)
7. Diteguhkan oleh Iman di dalam Yesus (Roma 3:31)
8. Disebut “hukum yang terutama”(Matius 22:37, 38)
9. Tetap teguh untuk selamanya(Mazmur 111:7, 8)
Hukum Taurat Yang Digenapi oleh Yesus
Aturan Tatacara Ibadah (Hukum Bayangan)
1. Diucapkan oleh Musa (Keluaran 24:3)
2. Ditulis oleh Musa (Keluaran 24:4; Ulangan 31:9, 24)
3. Ditulis pada sebuah kitab gulungan (Keluaran 24:4-7; Ulangan 31:24)
4. Disimpan di sisi Tabut Perjanjian (Ulangan 31:26)
5. Isinya adalah ketentuan Upacara Ibadah (Imamat 23)
6. Diserahkan oleh Musa kepada Suku Lewi (Ulangan 31:16)
7. Ditiadakan oleh kematian Yesus di Salib (Efesus 2:15)
8. Disebut hukum yang berisi ketentuan (Efesus 2:15)
9. Dipakukan di kayu Salib(Kolose 2:14).
Paulus adalah seorang yang terdidik, bahkan spesialisasi dalam bidang hukum
(Kisah 22:3). Oleh karena itu, ketika ia berbicara mengenai hukum, ia tahu
benar tentang apa yang dikatakannya. Lebih dari itu, semua surat yang ditulis
dan dikirim kepada berbagai kalangan, ditulisnya berdasarkan ilham. Hal itu
berarti bahwa kata-katanya yang tertuang di dalam semua suratnya itu
berdasarkan otoritas yang diberikan oleh Tuhan. Jika demikian, haruskah kita
meragukan tulisan rasul Paulus?
Sehubungan dengan tulisan rasul Paulus, salah seorang murid yang pernah
menyangkal Yesus, rasul Petrus, memberikan kesaksian:
“Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh
selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu
menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuat di dalam semua
suratnya, apabila ia berkata tentang perkara-perkara ini. Dalam suratnya itu
ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang yang tidak memahaminya, dan
yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri,
sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain” (2 Petrus
3:15, 16).
D. Kesimpulan:
Tidak dapat disangkal bahwa ada ajaran Alkitab tentang Hukum Allah (Sepuluh
Perintah Allah) ditafsirkan secara bervarisasi oleh para pemimpin berbagai
denominasi Kristen. Ada yang mengatakan bahwa Sepuluh Perintah Allah berlaku
secara mutlak tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu; aada yang mengatakan bahwa
Sepuluh Perintah Allah masih berlaku, termasuk Hukum keempat, nanun hari Sabat
orang Kristen dibedakan dari hari Sabat orang Yahudi; namun ada yang secara
tegas mengatakan bahwa di era sekarang ini Sepuluh Perintah Allah tidak berlaku
lagi. Penjelasan yang tertuang di dalam tulisan ini disediakan dengan tujuan
untuk menolong para pembaca sekalian memahami, atau paling tidak mengetahui,
bahwa Allah menginginkan agar hukum-Nya diteguhkan oleh umat manusia yang telah
ditebus-Nya dari dosa, agar menjadikan mereka sebagai suatu umat
kesayangan-Nya.
Ketika rasul Paulus berkata kepada Jemaat di Efesus: “ sebab dengan mati-Nya
sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan
ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya,
dan dengan itu mengadakan damai sejahtera” (Efesus 2:15), dan juga Jemaat di
Kolose: “dengan menghapuskan surat hutang, yang oleh ketentuan-ketentuan hukum
mendakwa dan mengancam kita. Dan itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada
kayu salib” (Kolose 2:14), rasul Tuhan ini tidak bermaksud untuk meniadakan
Sepuluh Perintah Allah. Yang dimaksudkannya ialah bahwa dengan kematian Yesus
Kristus di atas kayu salib, maka “Ia telah membatalkan” Hukum Taurat yang
mengatur tatacara upacara ibadah orang Israel, semua yang berhubungan dengan
upacara di dalam kaabah. Semua “itu ditiadakan-Nya dengan memakukannya pada
kayu salib.” Hal ini benar, karena segera sebelum kematian Kristus di atas kayu
salib, Yohanes mencatat: “ Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah
Ia: "Sudah selesai." Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan
nyawa-Nya” (Yohanes 19:30). berarti Ia yang adalah wujud dari upacara yang
dilakonkan oleh orang Yahudi yang adalah bayangan, telah “menggenapi” atau
telah “menyelesaikan” lambang itu. Hal itu ditandai dengan “tabir bait suci
terbelah dua” (Lukas 23:45). Dengan demikian, saat Yesus tergantung di kayu
salib, Ia telah membatalkan segala sistim upacara kaabah, atau upacara korban
yang melambangkan Dia melalui “hanya satu kali berkorban.” Alkitab mengatakan:
“Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia
duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah, dan sekarang hanya
menantikan saatnya, di mana musuh-musuh-Nya akan dijadikan tumpukan kaki-Nya.
Sebab oleh satu korban saja Ia telah menyempurnakan untuk selama-lamanya mereka
yang Ia kuduskan” (Ibrani 10:12-14).
Ketika rasul Paulus berkata kepada jemaat di Roma: “Jika demikian, adakah kami
membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami
meneguhkannya” (Roma 3:31), ia sementara memberikan nasehat kepada kumpulan
orang percaya di sana bahwa Sepuluh Perintah Allah terus dijunjung tinggi oleh
orang yang telah dimerdekakan oleh Kristus dari kutuk dosa. Hal ini benar,
karena rasul Tuhan ini selanjutnya berkata: “Jika demikian, apakah yang hendak
kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya,
justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu
apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: "Jangan
mengingini!" (Roma7:7). Rasul yang dipanggil secara ajaib ini kemudian
berkesimpulan bahwa: “Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga
adalah kudus, benar dan baik.” (Roma7:12).
Penulis kitab Ibrani memberikan nasehat kepada para pembacanya dengan mengutip
tulisan nabi Yeremia, sebagai berikut: “Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati
mereka dan menuliskannya di dalam akal budi mereka, dan Aku tidak lagi
mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka” (Ibrani 10:16, 17). Adalah merupakan
kehendak-Nya, agar umat-Nya di sepanjang zaman dapat mengimplementasikan
perintah moral Allah yang rohani ini di dalam kehidupan setiap hari.
Adalah benar bahwa Kekristenan tidak mengajarkan pelanggaran terhadap hukum
moral yang diberikan oleh Allah kepada manusia, namun adalah penting untuk
menghidupkan perintah ini secara benar, yaitu menurutinya dengan tidak
mengabaikan bahagian tertentu. Rasul Yakobus menegaskan kepada kita dengan
berkata: “Sebab barang siapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan
satu bahagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yakobus 2:10).
Rasul Tuhan ini melanjutkan dengan berkata: “Sebab Ia yang mengatakan: “Jangan
berzinah,” Ia mengatakan juga: “Jangan membunuh.” Jadi jika kamu tidak berzinah
tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga” (ayat 11). Kita tidak
berzinah, tidak membunuh, tidak membuat patung dan menyembah, tidak menyebut
nama TUHAN, Allah dengan sembarangan. Namun, jika kita tidak menguduskan hari
Sabat, tentu saja kita bersalah terhadap seluruh hukum itu.
Allah yang membuat hukum, dan itu diberikan kepada umat kepunyaan-Nya untuk
dihidupkan. Bila kita setia kepada Allah melalui mempraktekkan hukum di dalam
kehidupan kita, maka kita akan berbahagia oleh perbuatan kita. Firman Tuhan
menasehatkan kepada kita:
“Tetapi barang siapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang
memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar
untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh
perbuatannya” (Yakobus 1:25).
E. Anjuran :
Kepada kita dinasehatkan agar “berkatalah dan berlakulah seperti orang yang
akan dihakimi oleh hukum yang memerdekakan orang” (Yakobus 2:12) Jika Allah
menaruh hukum-Nya di dalam hati kita, dan menuliskannya di dalam akal budi
kita, maka tentunya tidak akan kita lupakan, bahkan menolong agar segala
pertimbangan kita senantiasa selaras dengan hukum Allah.
Setan sangat membenci hukum Allah. Hal ini jelas, karena ia mempunyai hasrat
untuk “menyamai Yang Mahatinggi” (Yesaya 14). Ia berontak terhadap Allah dan
ingin untuk menyamai Dia. Rasul Yohanes menggunakan bahasanya sendiri dalam
menggambarkan peristiwa ini: “Maka timbullah peperangan di sorga” (Wahyu 12:7).
Ini adalah gambaran tentang pemberontakan Setan terhadap hukum Allah. Di dunia,
ia mempengaruhi manusia pertama di taman Eden untuk melanggar hukum, perintah,
dan kehendak Allah, dengan berkata: “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi
Allah mengetahui bahwa waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan
menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kejadian 3:4,
5). Adalah cara Setan untuk menjebak manusia ke dalam konflik dengan Allah
melalui merangsang keinginan manusia pertama ini untuk sama dengan Allah.
Karena keinginan Setan untuk sama dengan Allah yang membuat dia memberontak
melawan Allah dan hukum-Nya. Setan tidak saja membenci Allah, tetapi juga
membenci hukum dan peraturan-Nya. Setan mengakui adanya Allah tetapi menolak
untuk menurut perintah-Nya. Upaya Setan adalah agar semua manusia di dunia
tidak tunduk kepada Allah melalui penurutan akan hukum-Nya walaupun manusia
mengakui eksistensi Allah, bahkan menyembah-Nya. Dengan tidak menurut kehendak
Allah, yaitu Sepuluh Hukum Allah, manusia telah berada di pihak Setan walau mereka
terus menyembah Allah dan memuliakan Yesus.
Salah satu ciri umat Allah di akhir zaman ini yang merupakan sasaran utama
Setan untuk membinasakannya, yaitu mereka “yang menuruti hukum-hukum Allah dan
memiliki kesaksian Yesus” (Wahyu 12:17). Setan sangat membenci mereka, karena
dia tidak menginginkan Allah untuk menyelamatkan mereka. Mereka ini adalah
orang yang sungguh-sungguh meneliti dan memelihara serta melakukan “hukum yang
memerdekakan” itu. Mereka adalah orang-orang yang “mengenal Allah” karena melakukan
perintah-perintah-Nya, yang tentunya mereka dikenal pula oleh Allah sebagai
umat-Nya. Mereka adalah orang-orang yang mencintai Yesus bukan sekedar dengan
kata-kata, tetapi melalui tindakan, yaitu menuruti perintah-Nya (Yohanes 14:15;
15:14).
Pengenalan akan Allah haruslah secara timbal balik, kita mengenal Allah dan
Allah juga mengenal kita (Galatia 4:9,10), hal itu melalui penurutan akan
perintah-Nya. Jika kita mengaku mengenal Dia tetapi tidak melakukan
perintah-Nya, maka tentu kita adalah “seorang pendusta” (1 Yohanes 2:4). Pada
waktu kedatangan-Nya, kepada mereka yang mengaku mengenal Dia tetapi tidak
hidup sesuai dengan perintah dan kehendak-Nya Yesus akan berkata: “Aku tidak
pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
(baca Matius 7:21-23).
Allah mencintai kita sehingga Ia memberikan hukum-Nya kepada kita untuk
ditaati, dituruti, dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Maukah kita melakukan hal yang sama, menuruti kehendak-Nya dengan penuh rasa
hormat? Maukah kita membuktikan cinta kita kepada Allah melalui taat melakukan
perintah-Nya? Ingat, sebelum kita mencintai Allah Ia telah lebih dahulu
mencintai kita.
Kiranya Pencipta dan Juruselamat kita akan senantiasa memberkati dan menuntun
kita untuk maksud hukum-Nya, A m i n